HTML/JS

Jumat, 04 April 2014

Psikoterapi

Definisi Psikoterapi

Istilah “psikoterapi”, berasal dari dua kata, yaitu “psiko” dan “terapi”. “Psiko” artinya kejiwaan atau mental dan “terapi” adalah penyembuhan atau usada. Jadi kalau dibahasa Indonesiakan psikoterapi dapat disebut usada jiwa atau usada mental (Subandi, 2003). 

Gunarsa (1992) mengatakan bahwa dalam Oxford English dictionary, perkataan “psychotherapy” tidak tercantum tetapi ada perkataan “psychotherapeutic” yang diartikan sebagai perawatan terhadap sesuatu penyakit dengan mempergunakan tehnik psikologis untuk melakukan intervensi psikis.
Karena begitu banyak dan beraneka ragam kegiatan intervensi psikologik, maka sulit untuk menemukan perumusan psikoterapi yang dapat mencakup semua pihak (Gunarsa, 1992).

National Health Service (dalam Daimon dalam Feltham, 1999) mendefinisikan psikoterapi sebagai “all approaches to helping individuals (alone, in couples, families and groups) of all ages which work directly with behaviour, thoughts and feelings through talking and therapeutic relationships and experience”.

Tujuan Psikoterapi

Menurut Prawitasari (dalam Suhendro, 2013) Tujuan yang ingin dicapai dalam psikoterapi biasanya meliputi beberapa aspek dalam kehidupan manusia seperti dibawah ini. 

1. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar. Tujuan ini biasanya dilakukan melalui terapi yang sifatnya direktif dan suportif. Persuasi dengan segala cara dari nasehat sederhana sampai pada hipnosis digunakan untuk menolong orang bertindak dengan cara yang tepat. 

2. Mengurangi tekanan emosi melalui kesempatan untuk mengekspresikan perasaan yang mendalam. Fokus di sini adalah adanya katarsis. Inilah yang disebut mengalami bukan hanya membicarakan pengalaman emosi yang mendalam. Dengan mengulang pengalaman ini dan mengekspresikannya akan menimbulkan pengalaman baru. 

3. Membantu klien mengembangkan potensinya. Melalui hubungannya dengan terapis, klien diharapkan dapat mengembangkan potensinya. Ia akan mampu melepaskan diri dari fiksasi yang dialaminya. Ataupun ia akan menemukan bahwa dirinya mampu berkembang ke arah yang lebih positif. 

4. Mengubah kebiasaan. Terapi memberikan kesempatan untuk perubahan perilaku. Tugas terapiutik adalah menyiapkan situasi belajar baru yang digunakan untuk mengganti kebiasaan-kebiasaan yang kurang adaptif. Pendekatan perlakuan ini sering digunakan dalam mencapai tujuan ini. 

5. Mengubah struktur kognitif individu. Struktur kognitif menggambarkan idenya mengenai dirinya sendiri maupun dunia di sekitarnya. Masalah muncul biasanya karena terjadi kesenjangan antara struktur kognitif individu dengan kenyataan yang dihadapinya. Untuk itu struktur kognitif perlu diubah untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

6. Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan dengan tepat. Tujuan ini hampir sama dengan tujuan konseling. 

7. Meningkatkan pengetahuan diri. Terapi ini biasanya menuntun individu untuk lebih mengerti akan apa yang dirasakan, dipikirkan, dan dilakukannya. Ia juga akan mengerti mengapa ia melakukan suatu tindakan tertentu. Kesadaran dirinya ini penting sehingga ia akan lebih rasional dalam menentukan langkah selanjutnya. Apa yang dulunya tidak disadarinya menjadi lebih disadarinya sehingga ia tahu akan konflik-konfliknya dan dapat mengambil keputusan dengan lebih tepat. 

8. Meningkatkan hubungan antar pribadi. Konflik yang dialami manusia biasanya tidak hanya konflik intrapersonal tetapi juga interpersonal. Manusia sejak lahir sampai mati membutuhkan manusia lain, sehingga ia akan banyak tergantung dengan orang- orang penting dalam hidupnya. Dalam terapi individu dapat berlatih kembali untuk meningkatkan hubungannya dengan orang lain sehingga ia akan dapat hidup lebih sejahtera. Ia mampu berhubungan lebih efektif dengan orang lain. Terapi kelompok memberikan kesempatan bagi individu untuk meningkatkan hubungan antar pribadi ini.

9. Mengubah lingkungan sosial individu. Hal ini dilakukan terutama terapi untuk anak- anak. Anak yang bermasalah biasanya hidup dalam lingkungan yang kurang sehat. Untuk itu terapi ditujukan untuk orang tua dan lingkungan sosial di mana anak berada. Terapi yang berorientasi pada sistem banyak digunakan untuk memperbaiki lingkungan sosial individu.

10. Mengubah proses somatik supaya mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran individu. Latihan relaksasi misalnya dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan. Latihan senam yoga, maupun menari dapat digunakan untuk mengendalikan ketegangan tubuh. 

11. Mengubah status kesadaran untuk mengembangkan kesadaran, kontrol, dan kreativitas diri. Mengartikan mimpi, fantasi perlu untuk mengartikan akan apa yang dialaminya. Demikian juga meditasi dapat mempertajam penginderaan individu. Tujuan-tujuan terapi di atas biasanya saling mengait satu sama lainnya. Itu bukan berdiri sendiri-sendiri. Misalnya latihan tubuh dikombinasikan dengan latihan meditasi. Mengembangkan potensi dapat dikombinasikan dengan pemecahan masalah.

Perbedaan Konseling dan Psikoterapi

Konseling dan psikoterapi masih menjadi fenomena hingga kini (Dryden dan Mytton, 1999). Sampai saat ini pun masih menjadi sebuah fenomena atau banyak perdebatan mengenai apakah konseling dan psikoterapi berbeda ataukah sama? Dryden (dalam Feltham, 1999) mengomentari bahwa ”difference between counselling and psychotherapy is about £8,000 per year is a telling one which emphasizes the political aspects of the process of professionalization, associated with power in relation to both clients and other professions ”. Bahkan James dan Palmer (dalam Feltman, 1999) mengatakan bahwa there is a great deal of argument and some evidence to 'prove' that there is not any difference between counselling and psychotherapy; that 'talking treatment' is described in one setting as psychotherapy, in another as counselling, in yet another as counselling psychology. Sejalan dengan pemikiran James dan Palmer, Brown dan Pedder (dalam Feltman, 1999) mengatakan bahwa ini terlihat seperti esensi dari konseling, tetapi hanya bagian dari psikoterapi. Sekarang terapi digunakan untuk menggabungkan antara konseling dan psikoterapi (Feltman, 1999). Pendapat-pendapat ahli diatas menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara konseling dan psikoterapi. 

The British Association for Counselling (dalam Dryden dan Mytton, 1999) mengatakan hal alami mengenai konseling adalah:

“The overall aim of counselling is to provide an opportunity for the client to work towards living in a more satisfying and resourceful way. The term ‘counselling’ includes work with individuals, pairs or groups of people often, but not always referred to as ‘clients’. The objectives of particular counselling relationships will vary according to the client’s needs. Counselling may be concerned with developmental issues, addressing and resolving specific problems, making decisions, coping with crisis, developing personal insight and knowledge, working through feelings of inner conflict or improving relationships with others. The counsellor’s role is to facilitate the client’s work in ways which respect the client’s values, personal resources and capacity for self-determination.” 

Definisi yang tidak jauh berbeda dengan konseling mengenai psikoterapi di ungkapkan oleh Brown dan Pedder (dalam Dryden dan Mytton, 1999 ) mengatakan bahwa psikoterapi adalah percakapan essensial yang melibatan pendengaran dan berbicara dengan mereka yang sedang dalam masalah dengan tujuan untuk menolong agar mereka mengerti dan bisa menyelesaikan masalah mereka. Pandangan lain menurut Aveline (dalam Dryden dan Mytton, 1999) menyatakan the unique feature of psychotherapy is the structured professional relationship between the therapist and one or more patients who meet in a relationship which is genuine, equal in feeling but asymmetrical in disclosure, and which is directed towards assisting the patient in making changes in personal functioning.

Meski terlihat sama tetapi sebenarnya ada perbedaan yang essensial antara konseling dan pskoterapi, dibawah ini ada gambar perbedaan antara konseling dan pskoterapi.

Gambar 11
Menurut Corsini teknik-teknik atau proses-proses secara kualitatif sama, tetapi secara kuantitatif berbeda persentase waktu yang digunakan oleh konselor & psikoterapis dalam aktivitas profesionalnya1.
Gambar 21
Menurut Mappiare (2008) ada 4 tipe perbedaan pokok antara konseling dan psikoterapi, yaitu:
1. Konseling dan psikoterapi dapat dipandang berbeda lingkup pengertian antara keduanya. Istilah “Psikoterapi” mengandung arti ganda. Pada satu segi, ia menunjuk pada sesuatu yang jelas, yaitu satu bentuk terapi psikologis tetapi pada segi lain, ia menunjukkan pada sekelompok terapi psikologis, yaitu suatu rentangan wawasan luas tempat hipnotis pada satu titik dan konseling pada titik lainnya. Dengan demikian konseling merupakan salah satu bentuk psikoterapi (Rao dalam Mappiare, 2008).
2. Konseling lebih berfokus pada konseren, ikkhwal, masalah, pengembangan-pendidikan-pencegahan. Sedangkan psikoterapi lebih memokuskan pada konseren atau masalah penyembuhan-penyesuaian-pengobatan (Pietrofesa dalam Mappiare, 2008).
3. Konseling dijalankan atas dasar falsafah atau pandangan terhadap manusia, sedangkan psikoterapi dijalankan berdasarkan ilmu atau teori kepribadian dan psikopatologi (Belkin dalam Mappiare, 2008).
4. Konseling dan psikoterapi berbeda tujuan dan cara mencapai tujuan masing-masing. Tujuan Psikoterapi adalah mengatasi kelemahan-kelemahan tertentu melalui beberapa cara praktis, mencakup “pembedahan-psikis” dan pembedahan otak. Konselor, pada lain pihak, berurusan dengan identifikasi dan pengembangan kekuatan-kekuatan positif pada individu. Ini dilakukan dengan membantu klien untuk menjadi seorang yang berfungsi secara sempurna (Rao dalam Mappiare, 2008).

Pendekatan Terhadap Mental Illness 
Pada awalnya manusia menggunakan trephining untuk mengeluarkan roh halus atau setan dari dalam diri individu yang scizophernia. Trephining adalah prosedur pembedahan yang dilakukan dengan cara melubangi tengkorak kepala dari individu yang masih hidup (Carlson dan Buskist, 1997). Orang-orang berpikir bahwa dengan melubangi tengorak kepala tersebut akan membuat roh jahat tersebut keluar dan orang yang dilakukan trephining kembali normal. Kemudian masuk pada abad ke-16 dan 17, terapi terhadap individu scizophernia lebih manusia karena sekarang sudah ada rumah khusus untuk individu tersebut disebut asylums. Asylums dibentuk untuk memberikan perhatian dan pertolongan untuk penyakit mental (Carlson dan Buskist, 1997). Memasuki abad ke-18, Pinel telah berhasil melakukan penyembuhan terhadap individu scizophernia tersebut dengan membentuk lingkungan yang tepat. Sekarang manusia melakukan terapi tidak hanya untuk masalah berat tetapi juga masalah ringan dengan banyak pilihan tritmen dengan cara eclctic approach. Eclectic approach adalah berbagai bentuk terapi yang digunakan oleh terapis agar individu merasa terapi bekerja terbaik pada beberapa klien di waktu yang berbeda (Carlson dan Buskist, 1997).

Pendekatan Psikoanalisa
Sigmund Freud adalah bapak dari psikoanalisa yang menyatakan bahwa pikiran manusia terdiri dari pikiran sadar (conciousness) dan tidak sadar (unconciousness). Manusia memiliki 3 struktur kepribadian yaitu: id, ego dan superego. Id adalah sistem kepribadian yang orisinil, kepribadian setiap orang hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut dan mendesak. Id tidak bisa menoleransi tegangan, dan bekerja untuk melepaskan tegangan itu sesegera mungkin serta untuk mencapai keadaan homeostatik. Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan tegangan, penghindaran kesakitan, dan perolehan kesenangan, id bersifat biologis, amoral dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian tidak berpikir dan hanya menginginkan atau bertindak. Id bersifat tidak sadar. Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan dan mengatur. Tugas utama ego adalah mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Ego berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan. 3) Super ego adalah sistem kepribadian yang berisi kata hati atau conscience. Kata hati ini berhubungan dengan lingkungan sosial dan mempunyai nilai-nilai moral sehingga merupakan kontrol atau sensor terhadap dorongan-dorongan yang datang dari id. Super ego menghendaki agar dorongan-dorongan tertentu saja dari id yang direalisasikan, sedangkan dorongan-dorongan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral agar tetap tidak dipenuhi.

Pendekatan Humanistik
Carl Rogers dan Abraham Maslow memandang manusia sebagai individu yang sehat, oleh karena itu humanistik memandang bahwa setiap manusia pasti bisa mengatasi masalahnya sendiri. Peran seorang terapis hanyalah sebagai fasilitator dari klien yang bermasalah agar klien tersebut menemukan insight atas permasalahannya sendiri. Terapi ini disebut client centered therapy. Abraham Maslow memiliki teori hierarki kebutuhan manusia. Pandangannya adalah bahwa setiap manusia memiliki tingkatan dalam kebutuhan hidupnya. Tingkat paling rendah atas kebutuhan biologis/fisiologis, kemudian rasa aman, merasa dicintai dan mencintai, membutuhkan penghargaan dan terakhir adalah aktualisasi diri. Dikarenakan humanistik ini memandang manusia sebagai individu yang sehat, maka dalam prakteknya humanistik jarang diberikan kepada orang-orang yang sakit seperti scizophernia, karena kalau terapi humanistik memang diberikan kepada penderita scizophernia maka sudah pasti sulit untuk sembuh. Terapi dari humanistik lebih tepat diberikan pada indvidu yang masih sehat secara mental dan yang hanya terkena gejala patologis ringan.

Pendekatan Perilaku dan Kognitif Perilaku.
Skinner dan Pavlov adalah gawang dari mazhab ini. Kedua tokoh ini menyebutkan bahwa manusia bisa mempelajari sesuatu dengan pola stimulus dan respons (S-R). Ketika ada stimulus atau rangsangan yang diberikan maka manusia pasti akan memberikan respon atas stimulus tersebut. Pendekatan ini melakukan awal eksperimennya dengan tikus dan anjing. Inilah yang menjadi kelemahan pendekatan perilaku ini. Binatang memberikan respon menggunakan instingnya tanpa berpikir apa yang sedang terjadi saat itu, namun berbeda degan manusia yang memiliki pikiran yang kompleks, sehingga muncullah pendekatan kognitif sebagai pelengkap. Pendekatan kognitif memasukkan kekurangan teori stimulus respons dengan memmasukkan unsur kognisi di antara situmus dan respons. Pola yang terjadi adalah stimulus-kognisi-respons. Ini disebut dengan pendekatan kognisitf perilaku. Dengan merlakukkan restrukturisasi pada bagian kognisinya terlebih dahulu kemudian baru melakukan terapi perilaku, sehingga menjadi lebih efektif tritmennya pada klien.

Unsur – unsur Psikoterapi1

1. Proses 
Adanya interaksi antara kedua belah pihak secara formal dan profesional dengan membuat perjanjian terlebih dahulu atau hitam diatas putih (legal) dengan memperhitungkan pemberian terapi selama proses terapi dengan tepat dan tidak merugikan klien (etis).
2. Tujuan
Adanya perubahan kondisi psikologis individu menjadi pribadi yang positif / optimal (afektif, kognitif, perilaku/kebiasaan).
3. Tindakan
Berdasarkan pada ilmu atau teori-teori yang ada dalam psikologi, teknik dan skill yang formal. Asesmen mengenai data yang diperlukan dapat diperoleh dengan cara observasi wawancara ataupun pemeriksaan psikologis dan lain lain.



Index
1Materi perkuliahan pengantar psikoterapi Rini Indriyawati, S.Psi, Msi

Daftar Pustaka
Carlson, N. R. dan Buskist, W. 1997. Psychology the science of behavior (fifth edition). USA: Allyn and Bacon 
Dryden, W. dan Mytton, J. 1999. Four approaches to counselling and psychotherapy. London. Routledge
Feltham, C. 1999. Controversies in Psychotherapy. London. SAGE Publication
Gunarsa. S. D. 1992. Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
Mapiarre, A. 2008. Pengantar konseling dan psikoterapi. Jakarta: Raja Grafindo Persada 
Prawitasari, J. E. dkk. 2002. Psikoterapi: pendekatan konvensional dan kontemporer. Yogyakarta: Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM
Subandi, M.A. 2003. Psikoterapi pendekatan konvensional dan kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suhendro, W. 2013.  Psychotherapy support on scizophernia. e-jurnal Medika.Vol. 2 No. 12. Univ. Udayana