HTML/JS

Sabtu, 27 September 2014

Pengertian Sistem informasi Psikologi

SISTEM       Sistem berasal dari bahasa Latin (systēma) dan bahasa Yunani (sustēma) adalah suatu kesatuan yang terdiri komponen atau elemen yang dihubungkan bersama untuk memudahkan aliran informasi, materi atau energi. Istilah ini sering dipergunakan untuk menggambarkan suatu set entitas yang berinteraksi, di mana suatu model matematika seringkali bisa dibuat. Sistem juga merupakan kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan yang berada dalam suatu wilayah serta memiliki item-item penggerak, contoh umum misalnya seperti negara. Sistem merupakan entitas, baik abstrak maupun nyata, dimana terdiri dari beberapa komponen yang saling terkait satu sama lain. Objek yang tidak memiliki kaitan dengan unsur-unsur dari sebuah sistem bukanlah komponen dari sistem tersebut.
Sistem adalah suatu jaringan kerja dari beberapa prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama untuk melakukan suatu kegiatan atau menyelesaikan suatu tujuan tertentu. Pengertian lain dari sistem adalah kumpulan beberapa elemen yang berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu.
Selain definisi di atas, beberapa ahli juga mencoba mendefinisiskan sistem. Berikut definisi sistem menurut para ahli:
a. L. James Havery
    Menurutnya sistem adalah prosedur logis dan rasional untuk merancang suatu rangkaian komponen yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan maksud untuk berfungsi sebagai suatu kesatuan dalam usaha mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan.
b. C.W. Churchman
    Menurutnya sistem adalah seperangkat bagian-bagian yang dikoordinasikan untuk melaksanakan seperangkat tujuan.
c. Murdick dan Ross
    Sistem sebagai seperangkat elemen yang digabungkan satu dengan lainya untuk suatu tujuan bersama.
d. Kamus Webster’s Unbriged
    Elemen-elemen yang saling berhubungan membentuk satu kesatuan atau organisasi.
e. Scott (1996)
    Sistem terdiri dari unsur-unsur seperti masukan (input) , pengolahan (processing) serta keluaran(output), dan ciri pokok sistem menurut Gapspert ada empat, yaitu sistem itu beroperasi dalam suatu lingkungan, terdiri atas unsur-unsur, ditandai dengan saling berhubungan dan mempunyai satu fungsi atau tujuan utama.
Dari beberapa definisi sistem menurut para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa sistem merupakan elemen-elemen yang didalamnya terdapat suatu interaksi dan mempunyai tujuan bersama.

Karakteristik Sistem1. Komponen/Elemen
2. Batasan (Boundary)
3. Lingkungan luar (Environment)
4. Penghubung sistem (Interface)
5. Masukan sistem (input)
6. Keluaran sistem (Output)
7. Pengolah sistem (Process)
8. Sasaran Sistem

INFORMASI   Kata informasi berasal dari kata Perancis kuno informacion (1387) yang diambil dari bahasa Latin informationem yang berarti garis besar, konsep atau ide-ide. Informasi adalah pesan (ucapan atau ekspresi) atau kumpulan pesan yang terdiri dari order sekuens dari simbol, atau makna yang dapat ditafsirkan dari pesan atau kumpulan pesan. Informasi dapat direkam atau ditransmisikan. Sumber informasi adalah data. Informasi diperoleh setelah data-data mentah diproses atau diolah.
Selain definisi di atas, beberapa ahli juga mencoba mendefinisiskan informasi. Berikut definisi sistem menurut para ahli:
1. Raymon McLeod (1995)
   Informasi sebagai data yang telah diolah menjadi bentuk yang lebih berarti bagi penerimanya. Alat pengolah informasi dapat meliputi elemen computer, elemen non komputer atau kombinasinya.
2. Abdul Kadir
     Informasi merupakan data yang telah proses sedemikian rupa sehingga meningkatkan pengetahuan orang yang menggunakan data tersebut.
3. Kenneth C. Laudon
     Informasi adalah data yang sudah dibentuk ke dalam sebuah formulir bentuk yang bermanfaat dan dapat digunakan untuk manusia.

Kriteria Informasi1. Akurat
2. Relevan
3. Tepat waktu
4. Ekonomis
5. Efisien
6. Dapat dipercaya

Fungsi Informasi    Fungsi informasi tidak mengarahkan pengambilan keputusan mengenai apa yang harus dilakukan, tetapi mengurangi keanekaragaman dan ketidakpastian untuk mengambil suatu keputusan yang baik (Moekijat,1991).

PSIKOLOGI    Psikologi berasal dari perkataan Yunani yaitu “psyche” yang artinya jiwa, dan “logos” yang artinya ilmu pengetahuan. Jadi secara etimologis (arti kata) psikologi artinya ilmu yang mempelajari tentang jiwa, baik mengenai macam-macam gejalanya, prosesnya, maupun latar belakangnya. Dengan singkat di sebut ilmu jiwa. Beberapa ahli juga mendifinisikan psikologi sebagai berikut:
1. Richard Mayer
    Psikologi merupakan analisis mengenai proses mental dan struktur daya ingat untuk memahami perilaku manusia.
2. Wilhem Wundt & E.B Titchener
   Psikologi adalah pengalaman manusia yang dipelajari dari sudut pandang pribadi yang mengalaminya seperti perasaan panca indera, pikiran, merasa (feeling), dan kehendak.
3. Allport
    Psikologi adalah satu upaya untuk memahami dan menjelaskan bagaimana pikiran, perasaan, dan perilaku individu yang dipengaruhi oleh kehadiran orang lain secara aktual, dibayangkan, atau hadir secara tidak langsung.

SISTEM INFORMASI PSIKOLOGI    Sistem informasi psikologi adalah suatu sistem yang menyediakan informasi-informasi yang berkaitan dengan ilmu psikologi yang dapat dijadikan untuk meningkatkan penguna dalam pengambilan suatu keputusan terhadap penelitian, perencana, dan pengelolaan. Contoh dari sistem informasi psikologi yang berbasis komputer adalah situs talentoday.com

Sumber :
- Ahmadi, H. Abu. (2009). Psikologi umum (edisi revisi 2009). Jakarta: RINEKA CIPTA
- Basuki, A. M. Heru. (2008). Psikologi umum. Depok: Universitas Gunadarma
- Ladjamudin, Bin Al-Bahra. (2005). Analisis dan desain sistem informasi. Graha Ilmu :  Yogyakarta.
- Riyanti, Dwi B.P.,Prabowo, Hendro., Puspitawati, Ira. (1996). Psikologi Umum 1. Jakarta: Gunadarma

Rabu, 21 Mei 2014

Psikoanalisa, Terapi dan Contoh Kasus

Disusun Oleh :
Ahmada selfia        : 18511103
Fajar Maulana        : 12511635
Keren Hellery        : 13511933
Hadi Rachmatullah  : 13511133 


Sejarah Terbentuknya Teori Psikoanalisa

Salah satu aliran utama dalam sejarah psikologi adalah teori psikoanalitik Sigmund Freud. Psikoanalisis adalh sebuah model perkembangan kepribadian, filsafat tentang sifat manusia, dan metode psikoterapi. Secara historis psikoanalisis adalah aliran pertama dari tiga aliran utama psikologi. Yang kedua behaviorisme, sedangkan yang ketiga adalah psikologi eksistensial – humanistik.

Menurut Corey (2005:13), sumbangan-sumbangan utama yang bersejarah dari teori-teori dan praktek psikoanalitik mencakup :

1.     Kehidupan mental individu menjadi bisa dipahami, dan pemahaman terhadap sifat manusia bisa diterapkan pada peredaan penderitaan manusia.

2.    Tingkah laku diketahui sering ditentukan oleh faktor-faktor tak sadar.

3.    Perkembangan pada masa dini kanak-kanak memiliki pengaruh yang kuat terhadap kepribadian dimasa dewasa.

4.    Teori psikoanalitik menyediakan kerangka kerja yang berharga untuk memahami cara-cara yang digunakan oleh individu dalam mengatasi kecemasan dengan mengandalkan adanya mekanisme-mekanisme yang bekerja untuk menghindari luapan kecemasan.

5.    Pendekatan psikoanalitik telah memberikan cara-cara mencari keterangan dari ketaksadaran melalui analisis atas mimpi-mimpi, resistensi-resistensi, dan transferensi-transferensi.

Menurut pendangan psikoanalitik, struktur kepribadian terdiri dari tiga sistem atau aspek, yaitu: Id (Das Es), Ego (Das Ich), dan Super Ego (Das Ueber Ich).

Id (Das Es)

                   Menurut Suryabrata (2005:125) aspek ini adalah aspek biologis dan merupakan sistem yang original di dalam kepribadian. Dari aspek inilah kedua aspek yang lain tumbuh. Freud menyebutnya juga realitas psikis yang sebenar-benarnya, oleh karena itu Das Es itu merupakan dunia batin atau subyektif manusia, dan tidak mempunyai hubungan langsung dengan dunia obyektif. Das Es berisikan hal-hal yang dibawa sejak lahir (unsur-unsur biologis), termasuk insting-insting. Das Es merupakan “reservoir” energi psikis yang menggerakkan Das Ich dan Das Ueber Ich.

                   Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan tegangan, penghindaran kesakitan, dan perolehan kesenangan, Id bersifat tidak logis, amoral, dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian, tidak berpikir, dan hanya menginginkan atau bertindak serta Id bertindak dengan tidak sadar (Corey, 2005:14).

Ego (Das Ich)

                   Menurut Suryabrata (2005:126) aspek ini adalah aspek psikologis daripada kepribadian dan timbul karena kebutuhan organisme untuk berhubungan secara baik dengan dunia kenyataan (realita). Orang yang lapar mesti perlu makan untuk menghilangkan tegangan yang ada dalam dirinya. Ini berarti bahwa organisme harus dapat membedakan antara khayalan tentang makanan dan kenyataan tentang makanan. Disinilah letak perbedaan yang pokok antara Das Es (Id) dan Das Ich (Ego), yaitu kalau Das Es itu hanya mengenal dunia subyektif (dunia batin), maka Das Ich dapat membedakan sesuatu yang hanya ada di dalam batin dan sesuatu yang ada di dunia luar (dunia obyektif, dunia realitas).

Superego (Das Ueber Ich)

              Menurut Suryabrata (2005:127) aspek sosiologi kepribadian, merupakan wakil dari nilai-nilai tradisional serta cita-cita masyarakat sebagaimana ditafsirkan orang tua kepada anak-anaknya, yang dimasukkan (diajarkan) dengan berbagai perintah dan larangan. Das Ueber Ich lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena itu Das Ueber Ich dapat pula dianggap sebagai aspek moral kepribadian.

     Superego berfungsi menghambat impuls-impuls Id. Kemudian, sebagai internalisasi standar-standar orang tua dan masyarakat, superego berkaitan dengan imbalan-imbalan dan hukuman-hukuman. Imbalan-imbalannya adalah perasaan bangga dan mencintai diri, sedangkan hukuman-hukumannya adalah perasaan-perasaan berdosa dan rendah diri (Corey, 2005: 15)



Mekanisme Pertahanan Ego

         Di bawah tekanan kecemasan yang berlebihan, ego kadang-kadang terpaksa menempuh cara-cara ekstrem untuk menghilangkan tekanan. Cara-cara itu disebut dengan mekanisme pertahanan.

Penyangkalan

Penyangkalan adalah pertahanan melawan kecemasan dengan “ menutup mata “ terhadap keberadaan kenyataan yang mengancam. Individu menolak sejumlah aspek kenyataan yang membangkitkan kecemasan. Kecemasan atas kematian orang yang dicintai, misalnya sering dimanifestasikan oleh fakta penyangkalan terhadap kematian.

Represi

Represi adalah melupakan isi kesadaran yang traumatis atau bisa membangkitkan kecemasan, mendorong kenyataan yang tidak bisa diterima kepada ketaksadaran, atau bisa menjadi tidak menyadari hal-hal yang menyakitkan.


Proyeksi

Proyeksi adalah mengalamatkan sifat sifat tertentu yang tidak bisa diterima oleh ego kepada orang lain. Seorang melihat pada diri orang lain hal-hal yang tidak disukai dan ia tidak bisa menerima adanya hal-hal itu pada diri sendiri. Jadi, proyeksi, seorang akan mengutuk orang lain karena “kejahatannya” dan menyangkal memiliki dorongan jahat seperti itu. Untuk menghindari kesakitan karena mengakui bahwa di dalam dirinya terdapat dorongan yang dianggap jahat, ia memisahkan diri dari kenyataan ini.


Formasi reaksi (pembentukan)

Formasi reaksi adalah melakukan tindakan yang berlawanan dengan hasrat-hasrat tak sadar. Jika perasaan yang lebih dalam menimbulkan ancaman, maka seseorang menampilkan tingkah laku yang berlawanan guna menyangkal perasaan-perasaan yang bisa menimbulkan ancaman itu. Contohnya, seorang ibu yang memiliki perasaan menolak terhadap anaknya, karena adanya perasaan berdosa, ia menampilkan tingkah laku yang sangat berlawanan, yakni terlalu melindungi atau “terlalu mencintai” anaknya. Orang yang menunjukkan sikap menyenangkan yang berlebihan atau terlalu baik boleh jadi berusaha menutupi kebencian dan perasaan-perasaan negatifnya.


Fiksasi

Fiksasi maksudnya adalah menjadi “terpaku” pada tahap-tahap perkembangan yang lebih awal karena mengambil langkah ke tahap selanjutnya bisa menimbulkan kecemasan. Anak yang terlalu bergantung menunjukkan pertahanan berupa fiksasi.


Regresi

Regresi adalah melangkah mundur ke fase perkembangan yang lebih awal yang tuntutan-tuntutannya tidak terlalu besar. Contohnya seorang anak yang takut sekolah memperlihatkan tingkah laku infantil seperti menangis, mengisap ibu jari, bersembunyi, dan menggantungkan diri pada guru. Atau, ketika adiknya lahir, seorang anak kembali menunjukkan bentuk-bentuk tingkah laku yang kurang matang. 


Rasionalisasi

Rasionalisasi adalah menciptakan alasan-alasan yang ”baik” guna menghindarkan ego dari cedera; memalasukan diri sehingga kenyataan yang mengecewakan menjadi tidak begitu menyakitkan. Orang yang tidak memperoleh kedudukanyang sesungguhnya diinginkannya. Atau, seorang pemuda yang ditinggalkan kekasihnya, guna menyembuhkan ego-nya yang terluka ia menghibur diri bahwa si gadis tidak berharga dan bahwa dirinya memang akan menendangnya.


Sublimasi

Sublimasi adalah menggunakan jalan keluar yang lebih tinggi atau yang secara sosial lebih dapat diterima bagi dorongan-dorongannya. Contohnya dorongan dorongan agresif yang ada pada seseorang disalurkan ke dalam aktivitas bersaing di bidang olahraga sehingga dia menemukan jalan bagi pengungkapan perasaan agresifnya, dan sebagai tambahan dia bisa memperoleh imbalan apabila berprestasi dibidang olahraga itu.


Displacement

Displacement adalah mengarahkan energi kepada objek atau orang lain apabila objek asal atau orang yang sesungguhnya, tidak bisa dijangkau. Seseorang anak yang ingin menendang orang tuanya kemudian menendang adiknya, atau jika adiknya tidak ada, menendang kucing.

Tapi, Pertahanan yang pokok adalah represi, proyeksi, pembentukan reaksi, fiksasi, dan regresi (Supratiknya, 1993: 86).



Tujuan-tujuan Terapeutik

Tujuan terapi psikoanalitik adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari di dalam diri klien. Proses terapeutik difokuskan pada upaya mengalami kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau di rekonstruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekonstruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afektif dari upaya menjadikan ketaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengertian intelektual memiliki arti penting tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yang berkaitan dengan pemahaman diri lebih penting lagi (Corey, 2005: 38).

Fungsi dan Peran Terapis

Karakteristik psikoanalisis adalah terapis atau analis membiarkan dirinya anonim serta hanya berbagi sedikit perasaan dan pengalaman sehingga klien memproyeksikan dirinya kepada analis. Proyeksi-proyeksi klien yang menjadi bahan terapi, ditafsirkan dan dianalisis. Analis terutama berurusan dengan usaha membantu klien dalam mencapai kesadaran diri, kejujuran, keefektifan dalam melakukan hubungan personal, dalam menangani kecemasan secara realistis, serta dalam memperoleh kendali atas tingkah laku yang impulsif dan irasional. Fungsi utama analis adalah mengajarkan arti proses-proses ini kepada klien sehingga klien mampu memperoleh pemahaman terhadap masalah-masalahnya sendiri, mengalami peningkatan kesadaran atas cara-cara berubah (Corey, 2005: 38-39).


Hubungan antara Terapis dan Klien

Hubungan klien dengan analis dikonseptualkan dalam proses transferensi yang menjadi inti pendekatan psikoanalitik. Transferensi mendorong klien untuk mengalamakan pada analis  â€œurusan yang tak selesai”, yang terdapat dalam hubungan klien di masa lampau dengan orang yang berpengaruh. Proses pemberian treatment mencakup rekonstruksi klien dan menghidupkan kembali pengalaman- pengalaman masa lampaunya. Transferensi terjadi pada saat klien membangkitkan kembali konfik-konflik masa dininya yang menyagkut cinta, seksual, kebencian, kecemasan, dan dendamnya, membawa konflik-konflik itu ke saat sekarang, mengalaminya kembali, dan menyangkutkannya pada analis.

Jika terapi diinginkan memiliki pengaruh menyembuhkan, maka hubungan transferensi harus digarap. Proses penggarapan melibatkan eksplorasi oleh klien atas kesejajaran-kesejajaran antara pengalaman masa lampau dan pengalaman masa kininya. Kloien memiliki banyak kesempatan untuk melihat cara-cara dirinya mengejawatahkan konflik-konflik inti dan pertahan-pertahanan intinya dalam kehidupan sehari-hari. Karena dimensi utama dari proses penggarapan itu adalah hubungan transferensi, yang membutuhkan waktu untuk membangunnya serta membutuhkan tambahan waktu untuk memahami dan melarutkannya, maka penggarapannya memerlukan jangka waktu yang panjang bagi keseluruhan proses terapeutik.

Jika analis mengembangkan pandangan-pandangan yang tidak selaras yang berasal dari konflik-konfliknya sendiri, maka akan terjadi kontratransferensi. Kontratransferensi ini bisa terdiri dari perasaan tidak suka atau keterikatan dan keterlibatan yang berlebihan. Kontratransferensi dapat mengganggu kemajuan terapi karena reaksi-reaksi dan masalah- masalah klien. Analis diharapkan agar relatif objektif dalam menerima kemarahan, cinta, bujukan, kritik, dan peraaan-perasaan lainnya yang kuat dari klien.sebagian besar program latihan psikoanalitik mewajibkan calon analis untuk menjalani analis yang intensif sebagai klien. Analis dianggap telah berkembang mencapai taraf dimana konflik-konflik utamanya sendiri terselesaikan, dan karena dia mampu memisahkan kebutuhan-kebutuhan dan masalah-masalahnya sendiri dari situasi terapi. Jika analis tidak mampu mengatasi kontratransferensi, maka dianjurkan agar kembali menjalankan analis pribadi.

Sebagai hasil hubungan hasil terapeutik, khususnya penggarapan situasi transferensi, klien memperoleh pemahaman terhadap psikodinamika-psikodinamika tak sadarnya. Kesadaran dan pemahaman atas bahan yang direpresi merupakan landasan bagi proses pertumbuhan analitik. Klien mampu memahami asosiasi antara pengalaman-pengalaman masa lampaunya dengan kehidupan sekarang. Pendekatan psikoanalitik berasumsi bahwa kesadaran diri ini bisa secara otomatis mengarah pada perubahan kondisi klien.


Penerapan Teknik-Teknik dan Prosedur-Prosedur Terapeutik

Lima teknik dasar terapi psikoanalitik adalah: asosiasi bebas, penafsiran, analisis mimpi atas resistensi, dan analisis atas transferensi.

1)  Asosiasi Bebas

     Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau dan pelepasan emosi-emosi yang berkaitan dengan situasi traumatik di masa lampau yang dikenal dengan sebutan katarsis. Selama proses asosiasi bebas berlangsung, tugas analis adalah mengenali bahan yang direpres dan dikurung di dalam ketaksadaran. Penghalangan-penghalangan atau pengacauan-pengacauan oleh klien terhadap asosiasi-asosiasi merupakan isyarat bagi adanya bahan yang membangkitkan kecemasan. Analis menafsirkan bahan itu dan menyampaikannya kepada klien, membimbing klien ke arah peningkatan pemahaman atas dinamika-dinamika yang mendasarinya, yang tidak disadari oleh klien. 


2)  Penafsiran

Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam menganalisis asosiasi-asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan transferensi-transferensi. Prosedurnya terdiri atas tindakan-tindakan analis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran-penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat proses penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Dengan perkataan lain, analis harus bisa menafsirkan bahan yang belum terlihat oleh klien, tetapi yang oleh klien bisa diterima dan diwujudkan sebagai miliknya. 


3)  Analisis Mimpi

     Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai “jalan istimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari diungkap.

     Mimpi-mimpi memiliki dua taraf isi, yaitu laten dan isi manifes. Isi laten terdiri atas motif-motif yang disamarkan, tersembunyi, simbolik dan tak disadari. Karena begitu mengancam dan menyakitkan, dorongan-dorongan seksual dan agresif tak sadar yang merupakan isi laten ditransformasikan ke dalam isi manifes yang lebih dapat diterima, yakni impian sebagaimana yang tampil pada si pemimpi. Proses transformasi is laten mimpi ke dalam isi manifes yang kurang mengancam itu disebut kerja mimpi. Tugas analis adalah menyingkap makna-makna yang disamarkan dengan mempelajari simbol-simbol yang terdapat pada isi manifes mimpi, selama jam analitik, analis bisa meminta klien untuk mengasosiasikan secara bebas sejumlah aspek isi manifes impian guna menyingkap makna-makna yang terselubung.


4)  Analisis dan Penafsiran Resistensi

     Resistensi adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari. Freud memandang resistensi sebagai dinamika tak sadar yang digunakan oleh klien sebagai pertahanan terhadap kecemasan yang tidak bisa dibiarkan, yang akan meningkat jika klien sadar atas dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan depresi itu. Resistensi ditunjukkan untuk mencegah bahan yang mengancam memasuki ke kesadaran, analis harus menunjukannya, dan klien harus menghadapinya jika dia mengharapkan bisa menangani konflik-konflik secara realistis.

     Resistensi-resistensi bukanlah hanya sesuatu yang harus diatasi. Karena merupakan perwujudan dari pendekatan-pendekatan defensif klien yang biasa dalam kehidupan sehari-harinya, resistensi-resistensi harus dilihat sebagai alat bertahan terhadap kecemasan, tetapi menghambat kemampuan klien untuk mengalami kehidupan yang lebih memuaskan.

5)  Analisis dan Penafsiran Transferensi

     Transferensi mengejawantahkan dirinya dalam proses terapeutik ketika “urusan yang tak selesai” di masa lampau klien dengan orang-orang yang berpengaruh menyebabkan dia mendistorsi masa sekarang dan bereaksi terhadap analis sebagaimana dia bereaksi terhadap ibu atau ayahnya. Analisis transferensi adalah teknik yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Penafsiran hubungan transferensi juga memungkinkan klien mampu menembus: konflik-konflik masa lampau yang tetap dipertahankannya hingga sekarang dan yang menghambat pertumbungan emosionalnya. Singkatnya efek-efek psikopatologis dari hubungan masadini yang tidak diinginkan, dihambat oleh penggarapan atas konflik emosional yang sama yang terdapat dalam hubungan terapeutik dengan analis.

Contoh kasus : 

Contoh kasus 1

klien pernah mengalami trauma diperkosa oleh pamannya sehingga sangat membenci pamannya dan berusaha melupakannya. Terapis mencoba menggali informasi dengan membuat klien mengingatnya sehingga memancing emosi klien maka klien diberikan katarsis (pelampiasan) yaitu sebuah ruangan dimana klien dapat mengekspresikan kemarahannya seperti berteriak sekeras-kerasnya didalam ruangan katarsis atau meninju boneka.
Ini merupakan contoh kasus dari asosiasi bebas dimana klien dibiarkan untuk memunculkan ketidaksadarannya. Hal ini juga berkaitan dengan proses katarsis. (http://psychologygroups.blogspot.com/2009/03/psikoterapi.html)


Contoh kasus 2
Kasus yang kedua adalah tentang fobia. Semua penanganan psikoanalisis terhadap fobia berupaya mengungkap konflik-konflik yang ditekan yang diasumsikan mendasari ketakutan ekstrem dan karakteristik penghindaran dalam gangguan ini. Karena fobia dianggap sebagai simtom dari konflik-konflik yang ada di baliknya, fobia biasanya tidak secara langsung ditangani. Memang, upaya langsung untuk mengurangi penghindaran fobik dikontraindikasikan karena fobia diasumsikan melindungi orang yang bersangkutan dari berbagai konflik yang ditekan yang terlalu menyakitkan untuk dihadapi.
Dalam berbagai kombinasi analis menggunakan berbagai teknik yang dikembangkan dalam tradisi psikoanalisis untuk membantu mengangkat represi. Dalam asosiasi bebas analis mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang disebutkan pasien terkait dengan setiap rujukan mengenai fobia. Analis juga berupaya menemukan berbagai petunjuk terhadap penyebab fobia yang ditekan dalam isi mimpi yang tampak jelas. Apa yang diyakini analis mengenai penyebab yang ditekan tersebut tergantung pada teori psikoanalisis tertentu yang dianutnya. Seorang analis ortodoks akan mencari konflik-konflik yang berkaitan dengan seks arau agresi, sedangkan analis yang menganut teori interpersonal dari Arieti akan mendorong pasien untuk mempelajari generalisasi ketakutannya terhadap orang lain.
(Psikologi Abnormal Edisi ke-9 : Gerald C Davidson, John M. Neale, Ann M Kring :2006 http://phobia-disorder.blogspot.com/p/prevensi.html)


Contoh kasus 3
Saya memiliki teman dekat dimana dari kecil dia adalah anak yang penakut akan hal-hal gaib. Sehingga, semasa kecil dia selalu takut untuk menonton film seram. Ditambah lagi mendengar cerita seram dari orang-orang terdekatnya. Namun hal itu tetap dia lakukan. Sampai-sampai dia pernah terbawa mimpi akibat menonton film seram yang menyebabkan dia ngompol karena rasa takut yang dia rasakan. Disamping itu, dia juga termasuk anak yang sangat aktif dalam melakukan suatu aktivitas. Setiap pulang sekolah dia bermain bersama teman-teman. Namun, hal itu membuat ayahnya marah. Karena setiap pulang sekolah dia suka bermain, yang seharusnya tidur siang. Sehingga keniginan untuk bermain sering tertunda. Jika ayahnya tidak dirumah dia suka bermain. Begitu pula sebaliknya, jika beliau ada dirumah pastinya dia tidak boleh keluar dan disuruh tidur siang. Itu adalah kasus yang teman saya alami dari umur 6- 10 tahun. Sehingga, pada tahun-tahun tersebut perkembangan kepribadian teman saya mengalami gangguan yang menyebabkan dirinya berperilaku sama pada tahun sebelumnya (terjadi regresi).


pembahasan :
Kasus yang teman saya alami adalah mengompol sewaktu berusia 6-10 tahun akibat rasa takut akan hal-hal gaib dan tertundanya melakukan aktivitas yang aktif seperti bermain hingga terbawa mimpi. Kasus tersebut saya hubungkan dengan teori psikanalisis oleh Sigmund Freud khususnya mengenai analisis mimpi. Freuds bekerja sangat dipengaruhi orang-orang ahli analisis mimpi. Bukunya The Interpretation of Dream (Die Traumdeutung) pertama kali diterbitkan tahun 1899. Di sini, ia menjelaskan bahwa mimpi sering dikaitkan dengan keinginan-pemenuhan.
Dia menjelaskan bahwa analisis mimpi perlu dikaitkan dengan peristiwa yang terjadi pada pemimpi dalam kehidupan nyata. Terutama untuk peristiwa yang terjadi pada hari sebelumnya. Sebagian besar mencerminkan interpretasi mimpinya ketakutan, keinginan dan emosi yang ada dalam pikiran bawah sadar kita. Bahkan mimpi negatif dapat ditafsirkan sebagai peristiwa yang pemimpi berharap tidak akan terjadi. Hal ini terjadi pada teman saya, karena setiap menonton dan mendengar hal-hal yang gaib membuat dirinya ketakutan hingga terbawa ke dalam mimpi dan mengompol yang tidak dia harap akan terjadi.
Definisi Mimpi Menurut Freud, mimpi adalah penghubung antara kondisi bangun dan tidur. Baginya, mimpi adalah ekspresi yang terdistorsi atau yang sebenarnya dari keinginan-keinginan yang terlarang diungkapkan dalam keadaan terjaga. Jika Freud seringkali mengidentifikasi mimpi sebagai hambatan aktivitas mental tak sadar dalam mengungkapkan sesuatu yang dipikirkan individu, beriringan dengan tindakan psikis yang salah, selip bicara (keprucut), maupun lelucon.
Pada dasarnya hakikat mimpi bagi psikoanalisis hanyalah sebentuk pemenuhan keinginan terlarang semata. Dikatakan oleh Freud (dalam Calvin S.Hal & Gardner Lindzaey, 1998) bahwa dengan mimpi, seseorang secara tak sadar berusaha memenuhi hasrat dan menghilangkan ketegangan dengan menciptakan gambaran tentang tujuan yang diinginkan, karena di alam nyata sulit bagi kita untuk mengungkapkan kekesalan, keresahan, kemarahan, dendam, dan yang sejenisnya kepada obyek-obyek yang menjadi sumber rasa marah, maka muncullah dalam keinginan itu dalam bentuk mimpi. (tertundanya pemenuhan keinginan teman saya untuk bermain bersama teman-teman).
Analisis Mimpi, digunakan oleh Freud dari pemahamannya bahwa mimpi merupakan pesan alam bawah sadar yang abstrak terhadap alam sadar, pesan-pesan ini berisi keinginan, ketakutan dan berbagai macam aktivitas emosi lain, hingga aktivitas emosi yang sama sekali tidak disadari. Sehingga metode Analisis Mimpi dapat digunakan untuk mengungkap pesan bawah sadar atau permasalahan terpendam, baik berupa hasrat, ketakutan, kekhawatiran, kemarahan yang tidak disadari karena ditekan oleh seseorang. Ketika hal masalah-masalah alam bawah sadar ini telah berhasil diungkap, maka untuk penyelesaian selanjutnya akan lebih mudah untuk diselesaikan.  (http://intanpsikologi.wordpress.com/2009/12/10/analisis-mimpi-sigmund-freud/)


Contoh kasus 4
Klien seorang perempuan, 26 tahun dengan gangguan skizofrenia paranoid dan diterapi menggunakan pendekatan psikoanalisis dan teknik yang digunakan adalah teknik asosiasi bebas. Pada sesi I ini terapis dan klien membangun komunikasi yang nyaman dan membangun kepercayaan. Setelah terbentuknya rasa kepercayaan dan dukungan yang lebih besar, terapis mulai mendorong klien untuk mengkaji berbagai hubungan Interpersonalnya. Kemudian klien diminta untuk mengungkapkan apa saja (pikiran dan perasaan) yang terlintas dalam pikirannya saat itu tanpa ada hal-hal yang disensor (moment catarsis). Dan terapis membantu klien untuk menganalisa mengenai hal-hal yang dikatarsiskan. Setelah itu terapis membantu dan membimbing klien untuk bisa insigth. Setelah itu terus menerus menginterpretasikan dan mengidentifikasikan masalah klien. Kemudian berusaha mengajak klien merealisasikan hal-hal yang didapat dari insigth.
Pada sesi II yaitu teknik asosiasi bebas. Pada sesi ini Klien diminta untuk mengungkapkan apa saja (pikiran dan perasaan) yang terlintas dalam pikirannya saat ini tanpa ada hal yang disensor (katarsis). Terapi membantu klien menganalisa mengenai hal-hal yang dikatarsiskan, kemudian terapis membimbing klien untuk insight, dengan terus-menerus menginterpretasi dan mengidentifikasi masalah klien dan mkemudian mengajak klien merealisasikan hal yang didapatkan dari insight. 
(http://ejournal.umm.ac.id/index.php/pskip/article/view/1346/1441)








Sumber:

Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek KONSELING & PSIKOTERAPI. Bandung: PT Refika Aditama.

Hall, Calvin., & Gardner Lindzey. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (klinis), (Penerjemah: A. Supratiknya). Yogyakarta: Kanisius.

Suryabrata, S. 2005. Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Jumat, 04 April 2014

Psikoterapi

Definisi Psikoterapi

Istilah “psikoterapi”, berasal dari dua kata, yaitu “psiko” dan “terapi”. “Psiko” artinya kejiwaan atau mental dan “terapi” adalah penyembuhan atau usada. Jadi kalau dibahasa Indonesiakan psikoterapi dapat disebut usada jiwa atau usada mental (Subandi, 2003). 

Gunarsa (1992) mengatakan bahwa dalam Oxford English dictionary, perkataan “psychotherapy” tidak tercantum tetapi ada perkataan “psychotherapeutic” yang diartikan sebagai perawatan terhadap sesuatu penyakit dengan mempergunakan tehnik psikologis untuk melakukan intervensi psikis.
Karena begitu banyak dan beraneka ragam kegiatan intervensi psikologik, maka sulit untuk menemukan perumusan psikoterapi yang dapat mencakup semua pihak (Gunarsa, 1992).

National Health Service (dalam Daimon dalam Feltham, 1999) mendefinisikan psikoterapi sebagai “all approaches to helping individuals (alone, in couples, families and groups) of all ages which work directly with behaviour, thoughts and feelings through talking and therapeutic relationships and experience”.

Tujuan Psikoterapi

Menurut Prawitasari (dalam Suhendro, 2013) Tujuan yang ingin dicapai dalam psikoterapi biasanya meliputi beberapa aspek dalam kehidupan manusia seperti dibawah ini. 

1. Memperkuat motivasi untuk melakukan hal-hal yang benar. Tujuan ini biasanya dilakukan melalui terapi yang sifatnya direktif dan suportif. Persuasi dengan segala cara dari nasehat sederhana sampai pada hipnosis digunakan untuk menolong orang bertindak dengan cara yang tepat. 

2. Mengurangi tekanan emosi melalui kesempatan untuk mengekspresikan perasaan yang mendalam. Fokus di sini adalah adanya katarsis. Inilah yang disebut mengalami bukan hanya membicarakan pengalaman emosi yang mendalam. Dengan mengulang pengalaman ini dan mengekspresikannya akan menimbulkan pengalaman baru. 

3. Membantu klien mengembangkan potensinya. Melalui hubungannya dengan terapis, klien diharapkan dapat mengembangkan potensinya. Ia akan mampu melepaskan diri dari fiksasi yang dialaminya. Ataupun ia akan menemukan bahwa dirinya mampu berkembang ke arah yang lebih positif. 

4. Mengubah kebiasaan. Terapi memberikan kesempatan untuk perubahan perilaku. Tugas terapiutik adalah menyiapkan situasi belajar baru yang digunakan untuk mengganti kebiasaan-kebiasaan yang kurang adaptif. Pendekatan perlakuan ini sering digunakan dalam mencapai tujuan ini. 

5. Mengubah struktur kognitif individu. Struktur kognitif menggambarkan idenya mengenai dirinya sendiri maupun dunia di sekitarnya. Masalah muncul biasanya karena terjadi kesenjangan antara struktur kognitif individu dengan kenyataan yang dihadapinya. Untuk itu struktur kognitif perlu diubah untuk menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

6. Meningkatkan pengetahuan dan kapasitas untuk mengambil keputusan dengan tepat. Tujuan ini hampir sama dengan tujuan konseling. 

7. Meningkatkan pengetahuan diri. Terapi ini biasanya menuntun individu untuk lebih mengerti akan apa yang dirasakan, dipikirkan, dan dilakukannya. Ia juga akan mengerti mengapa ia melakukan suatu tindakan tertentu. Kesadaran dirinya ini penting sehingga ia akan lebih rasional dalam menentukan langkah selanjutnya. Apa yang dulunya tidak disadarinya menjadi lebih disadarinya sehingga ia tahu akan konflik-konfliknya dan dapat mengambil keputusan dengan lebih tepat. 

8. Meningkatkan hubungan antar pribadi. Konflik yang dialami manusia biasanya tidak hanya konflik intrapersonal tetapi juga interpersonal. Manusia sejak lahir sampai mati membutuhkan manusia lain, sehingga ia akan banyak tergantung dengan orang- orang penting dalam hidupnya. Dalam terapi individu dapat berlatih kembali untuk meningkatkan hubungannya dengan orang lain sehingga ia akan dapat hidup lebih sejahtera. Ia mampu berhubungan lebih efektif dengan orang lain. Terapi kelompok memberikan kesempatan bagi individu untuk meningkatkan hubungan antar pribadi ini.

9. Mengubah lingkungan sosial individu. Hal ini dilakukan terutama terapi untuk anak- anak. Anak yang bermasalah biasanya hidup dalam lingkungan yang kurang sehat. Untuk itu terapi ditujukan untuk orang tua dan lingkungan sosial di mana anak berada. Terapi yang berorientasi pada sistem banyak digunakan untuk memperbaiki lingkungan sosial individu.

10. Mengubah proses somatik supaya mengurangi rasa sakit dan meningkatkan kesadaran individu. Latihan relaksasi misalnya dapat digunakan untuk mengurangi kecemasan. Latihan senam yoga, maupun menari dapat digunakan untuk mengendalikan ketegangan tubuh. 

11. Mengubah status kesadaran untuk mengembangkan kesadaran, kontrol, dan kreativitas diri. Mengartikan mimpi, fantasi perlu untuk mengartikan akan apa yang dialaminya. Demikian juga meditasi dapat mempertajam penginderaan individu. Tujuan-tujuan terapi di atas biasanya saling mengait satu sama lainnya. Itu bukan berdiri sendiri-sendiri. Misalnya latihan tubuh dikombinasikan dengan latihan meditasi. Mengembangkan potensi dapat dikombinasikan dengan pemecahan masalah.

Perbedaan Konseling dan Psikoterapi

Konseling dan psikoterapi masih menjadi fenomena hingga kini (Dryden dan Mytton, 1999). Sampai saat ini pun masih menjadi sebuah fenomena atau banyak perdebatan mengenai apakah konseling dan psikoterapi berbeda ataukah sama? Dryden (dalam Feltham, 1999) mengomentari bahwa ”difference between counselling and psychotherapy is about £8,000 per year is a telling one which emphasizes the political aspects of the process of professionalization, associated with power in relation to both clients and other professions ”. Bahkan James dan Palmer (dalam Feltman, 1999) mengatakan bahwa there is a great deal of argument and some evidence to 'prove' that there is not any difference between counselling and psychotherapy; that 'talking treatment' is described in one setting as psychotherapy, in another as counselling, in yet another as counselling psychology. Sejalan dengan pemikiran James dan Palmer, Brown dan Pedder (dalam Feltman, 1999) mengatakan bahwa ini terlihat seperti esensi dari konseling, tetapi hanya bagian dari psikoterapi. Sekarang terapi digunakan untuk menggabungkan antara konseling dan psikoterapi (Feltman, 1999). Pendapat-pendapat ahli diatas menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang berarti antara konseling dan psikoterapi. 

The British Association for Counselling (dalam Dryden dan Mytton, 1999) mengatakan hal alami mengenai konseling adalah:

“The overall aim of counselling is to provide an opportunity for the client to work towards living in a more satisfying and resourceful way. The term ‘counselling’ includes work with individuals, pairs or groups of people often, but not always referred to as ‘clients’. The objectives of particular counselling relationships will vary according to the client’s needs. Counselling may be concerned with developmental issues, addressing and resolving specific problems, making decisions, coping with crisis, developing personal insight and knowledge, working through feelings of inner conflict or improving relationships with others. The counsellor’s role is to facilitate the client’s work in ways which respect the client’s values, personal resources and capacity for self-determination.” 

Definisi yang tidak jauh berbeda dengan konseling mengenai psikoterapi di ungkapkan oleh Brown dan Pedder (dalam Dryden dan Mytton, 1999 ) mengatakan bahwa psikoterapi adalah percakapan essensial yang melibatan pendengaran dan berbicara dengan mereka yang sedang dalam masalah dengan tujuan untuk menolong agar mereka mengerti dan bisa menyelesaikan masalah mereka. Pandangan lain menurut Aveline (dalam Dryden dan Mytton, 1999) menyatakan the unique feature of psychotherapy is the structured professional relationship between the therapist and one or more patients who meet in a relationship which is genuine, equal in feeling but asymmetrical in disclosure, and which is directed towards assisting the patient in making changes in personal functioning.

Meski terlihat sama tetapi sebenarnya ada perbedaan yang essensial antara konseling dan pskoterapi, dibawah ini ada gambar perbedaan antara konseling dan pskoterapi.

Gambar 11
Menurut Corsini teknik-teknik atau proses-proses secara kualitatif sama, tetapi secara kuantitatif berbeda persentase waktu yang digunakan oleh konselor & psikoterapis dalam aktivitas profesionalnya1.
Gambar 21
Menurut Mappiare (2008) ada 4 tipe perbedaan pokok antara konseling dan psikoterapi, yaitu:
1. Konseling dan psikoterapi dapat dipandang berbeda lingkup pengertian antara keduanya. Istilah “Psikoterapi” mengandung arti ganda. Pada satu segi, ia menunjuk pada sesuatu yang jelas, yaitu satu bentuk terapi psikologis tetapi pada segi lain, ia menunjukkan pada sekelompok terapi psikologis, yaitu suatu rentangan wawasan luas tempat hipnotis pada satu titik dan konseling pada titik lainnya. Dengan demikian konseling merupakan salah satu bentuk psikoterapi (Rao dalam Mappiare, 2008).
2. Konseling lebih berfokus pada konseren, ikkhwal, masalah, pengembangan-pendidikan-pencegahan. Sedangkan psikoterapi lebih memokuskan pada konseren atau masalah penyembuhan-penyesuaian-pengobatan (Pietrofesa dalam Mappiare, 2008).
3. Konseling dijalankan atas dasar falsafah atau pandangan terhadap manusia, sedangkan psikoterapi dijalankan berdasarkan ilmu atau teori kepribadian dan psikopatologi (Belkin dalam Mappiare, 2008).
4. Konseling dan psikoterapi berbeda tujuan dan cara mencapai tujuan masing-masing. Tujuan Psikoterapi adalah mengatasi kelemahan-kelemahan tertentu melalui beberapa cara praktis, mencakup “pembedahan-psikis” dan pembedahan otak. Konselor, pada lain pihak, berurusan dengan identifikasi dan pengembangan kekuatan-kekuatan positif pada individu. Ini dilakukan dengan membantu klien untuk menjadi seorang yang berfungsi secara sempurna (Rao dalam Mappiare, 2008).

Pendekatan Terhadap Mental Illness 
Pada awalnya manusia menggunakan trephining untuk mengeluarkan roh halus atau setan dari dalam diri individu yang scizophernia. Trephining adalah prosedur pembedahan yang dilakukan dengan cara melubangi tengkorak kepala dari individu yang masih hidup (Carlson dan Buskist, 1997). Orang-orang berpikir bahwa dengan melubangi tengorak kepala tersebut akan membuat roh jahat tersebut keluar dan orang yang dilakukan trephining kembali normal. Kemudian masuk pada abad ke-16 dan 17, terapi terhadap individu scizophernia lebih manusia karena sekarang sudah ada rumah khusus untuk individu tersebut disebut asylums. Asylums dibentuk untuk memberikan perhatian dan pertolongan untuk penyakit mental (Carlson dan Buskist, 1997). Memasuki abad ke-18, Pinel telah berhasil melakukan penyembuhan terhadap individu scizophernia tersebut dengan membentuk lingkungan yang tepat. Sekarang manusia melakukan terapi tidak hanya untuk masalah berat tetapi juga masalah ringan dengan banyak pilihan tritmen dengan cara eclctic approach. Eclectic approach adalah berbagai bentuk terapi yang digunakan oleh terapis agar individu merasa terapi bekerja terbaik pada beberapa klien di waktu yang berbeda (Carlson dan Buskist, 1997).

Pendekatan Psikoanalisa
Sigmund Freud adalah bapak dari psikoanalisa yang menyatakan bahwa pikiran manusia terdiri dari pikiran sadar (conciousness) dan tidak sadar (unconciousness). Manusia memiliki 3 struktur kepribadian yaitu: id, ego dan superego. Id adalah sistem kepribadian yang orisinil, kepribadian setiap orang hanya terdiri dari id ketika dilahirkan. Id merupakan tempat bersemayam naluri-naluri. Id kurang terorganisasi, buta, menuntut dan mendesak. Id tidak bisa menoleransi tegangan, dan bekerja untuk melepaskan tegangan itu sesegera mungkin serta untuk mencapai keadaan homeostatik. Dengan diatur oleh asas kesenangan yang diarahkan pada pengurangan tegangan, penghindaran kesakitan, dan perolehan kesenangan, id bersifat biologis, amoral dan didorong oleh satu kepentingan: memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai dengan asas kesenangan. Id tidak pernah matang dan selalu menjadi anak manja dari kepribadian tidak berpikir dan hanya menginginkan atau bertindak. Id bersifat tidak sadar. Ego memiliki kontak dengan dunia eksternal dari kenyataan. Ego adalah eksekutif dari kepribadian yang memerintah, mengendalikan dan mengatur. Tugas utama ego adalah mengantarai naluri-naluri dengan lingkungan sekitar. Ego mengendalikan kesadaran dan melaksanakan sensor. Ego berlaku realistis dan berpikir logis serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan. 3) Super ego adalah sistem kepribadian yang berisi kata hati atau conscience. Kata hati ini berhubungan dengan lingkungan sosial dan mempunyai nilai-nilai moral sehingga merupakan kontrol atau sensor terhadap dorongan-dorongan yang datang dari id. Super ego menghendaki agar dorongan-dorongan tertentu saja dari id yang direalisasikan, sedangkan dorongan-dorongan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai moral agar tetap tidak dipenuhi.

Pendekatan Humanistik
Carl Rogers dan Abraham Maslow memandang manusia sebagai individu yang sehat, oleh karena itu humanistik memandang bahwa setiap manusia pasti bisa mengatasi masalahnya sendiri. Peran seorang terapis hanyalah sebagai fasilitator dari klien yang bermasalah agar klien tersebut menemukan insight atas permasalahannya sendiri. Terapi ini disebut client centered therapy. Abraham Maslow memiliki teori hierarki kebutuhan manusia. Pandangannya adalah bahwa setiap manusia memiliki tingkatan dalam kebutuhan hidupnya. Tingkat paling rendah atas kebutuhan biologis/fisiologis, kemudian rasa aman, merasa dicintai dan mencintai, membutuhkan penghargaan dan terakhir adalah aktualisasi diri. Dikarenakan humanistik ini memandang manusia sebagai individu yang sehat, maka dalam prakteknya humanistik jarang diberikan kepada orang-orang yang sakit seperti scizophernia, karena kalau terapi humanistik memang diberikan kepada penderita scizophernia maka sudah pasti sulit untuk sembuh. Terapi dari humanistik lebih tepat diberikan pada indvidu yang masih sehat secara mental dan yang hanya terkena gejala patologis ringan.

Pendekatan Perilaku dan Kognitif Perilaku.
Skinner dan Pavlov adalah gawang dari mazhab ini. Kedua tokoh ini menyebutkan bahwa manusia bisa mempelajari sesuatu dengan pola stimulus dan respons (S-R). Ketika ada stimulus atau rangsangan yang diberikan maka manusia pasti akan memberikan respon atas stimulus tersebut. Pendekatan ini melakukan awal eksperimennya dengan tikus dan anjing. Inilah yang menjadi kelemahan pendekatan perilaku ini. Binatang memberikan respon menggunakan instingnya tanpa berpikir apa yang sedang terjadi saat itu, namun berbeda degan manusia yang memiliki pikiran yang kompleks, sehingga muncullah pendekatan kognitif sebagai pelengkap. Pendekatan kognitif memasukkan kekurangan teori stimulus respons dengan memmasukkan unsur kognisi di antara situmus dan respons. Pola yang terjadi adalah stimulus-kognisi-respons. Ini disebut dengan pendekatan kognisitf perilaku. Dengan merlakukkan restrukturisasi pada bagian kognisinya terlebih dahulu kemudian baru melakukan terapi perilaku, sehingga menjadi lebih efektif tritmennya pada klien.

Unsur – unsur Psikoterapi1

1. Proses 
Adanya interaksi antara kedua belah pihak secara formal dan profesional dengan membuat perjanjian terlebih dahulu atau hitam diatas putih (legal) dengan memperhitungkan pemberian terapi selama proses terapi dengan tepat dan tidak merugikan klien (etis).
2. Tujuan
Adanya perubahan kondisi psikologis individu menjadi pribadi yang positif / optimal (afektif, kognitif, perilaku/kebiasaan).
3. Tindakan
Berdasarkan pada ilmu atau teori-teori yang ada dalam psikologi, teknik dan skill yang formal. Asesmen mengenai data yang diperlukan dapat diperoleh dengan cara observasi wawancara ataupun pemeriksaan psikologis dan lain lain.



Index
1Materi perkuliahan pengantar psikoterapi Rini Indriyawati, S.Psi, Msi

Daftar Pustaka
Carlson, N. R. dan Buskist, W. 1997. Psychology the science of behavior (fifth edition). USA: Allyn and Bacon 
Dryden, W. dan Mytton, J. 1999. Four approaches to counselling and psychotherapy. London. Routledge
Feltham, C. 1999. Controversies in Psychotherapy. London. SAGE Publication
Gunarsa. S. D. 1992. Konseling dan psikoterapi. Jakarta: Gunung Mulia
Mapiarre, A. 2008. Pengantar konseling dan psikoterapi. Jakarta: Raja Grafindo Persada 
Prawitasari, J. E. dkk. 2002. Psikoterapi: pendekatan konvensional dan kontemporer. Yogyakarta: Unit Publikasi Fakultas Psikologi UGM
Subandi, M.A. 2003. Psikoterapi pendekatan konvensional dan kontemporer. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Suhendro, W. 2013.  Psychotherapy support on scizophernia. e-jurnal Medika.Vol. 2 No. 12. Univ. Udayana

Kamis, 16 Januari 2014

[Rangkuman] Leadership, Komunikasi & Manajemen Pengendalian

Komunikasi & Leadership

Definisi Komunikasi

Kata “komunikasi” berasal dari bahasa Latin, “comunis”, yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih. Akar katanya “communis” adalah “communico” yang artinya berbagi (Stuart,1983, dalam Vardiansyah, 2004 : 3). Dalam literatur lain disebutkan komunikasi juga berasal dari kata “communication” atau “communicare” yang berarti " membuat sama" (to make common). Istilah “communis” adalah istilah yang paling sering di sebut sebagai asal usul kata komunikasi, yang merupakan akar dari kata kata Latin yang mirip  Komunikasi menyarankan bahwa suatu pikiran, suatu makna, atau suatu pesan di anut secara sama.

Wilbur Schramm menyatakan komunikasi sebagai berikut :
“Komunikasi berasal dari kata-kata (bahasa) Latin communis yang berarti umum (common) atau bersama. Apabila kita berkomunikasi, sebenarnya kita sedang berusaha menumbuhkan suatu kebersamaan (commonnes) dengan seseorang. Yaitu kita berusaha berbagai informasi, ide atau sikap. Seperti dalam uraian ini, misalnya saya sedang berusaha berkomunikasi dengan para pembaca untuk menyampaikan ide bahwa hakikat sebuah komunikasi sebenarnya adalah usaha membuat penerima atau pemberi komunikasi memiliki pengertian (pemahaman) yang sama terhadap pesan tertentu” (Suprapto, 2006 : 2-3).

Sedangkan, Larry A Samovar, Richard E Porter dan Nemi C Janin dalam bukunya Understanding Intercultural Communication mendefinisikan komunikasi sebagai berikut :
“Communication is defined as a two way on going, berhaviour affecting process in which one person (a source) intentionally encodes and transmits a message throught a channel to an intended audience (receiver) in order to induce a particular attitude or behaviour” (Purwasito, 2003 : 198).

Bila ditarik benang merahnya antara ahli satu dengan lainnnya memiliki kesamaan yang itu adanya perpindahan atau transfer informasi dari pemberi informasi kepada penerima informasi. Kenyataannya memang sulit untuk menarik definisi yang pasti dari komunikasi dikarenakan komunikasi itu terlihat sebagai kata yang abstrak.

Dimensi Komunikasi
1.      Komunikasi sebagai proses
Disebut sebagai proses karena memang ketika seseorang berkomunikasi ada transfer informasi yang dilakukan antara sender kepada receiver sehingga informasi itu dapat ditangkap dan dimengerti oleh receiver.
2.      Komunikasi sebagai simbolik

Simbol dapat dinyatakan dalam bentuk bahasa lisan atau tulisan (Verbal) maupun melalui isyarat – isyarat tertentu (non- Verbal). Simbol disini berarti sebuah tanda atau lambang hasil kreasi manusia atau bisa dikatakan sebuah tanda hasil kreasi manusia yang dapat menunjukkan kualitas budaya manusia dalam berkomunikasi dengan sesamanya. Contohnya seperti ketika sedang mengangguk itu memiliki makna bahwa kita setuju, dan ketika menggeleng kita tidak setuju. Namun harus dilihat juga factor dari budaya yang dianut, karena setiap budaya memiliki symbol yang berbeda-beda dalam berkomunikasi.
3.       Komunikasi sebagai sistem
Bila komunikasi ditinjau sebagai system, jelas terlihat sekali bentuknya. Sistem adalah suatu bagian-bagian yang saling berinteraksi untuk mencapai satu tujuan. Pada komunikasi perlu adanya peran sender, receiver, Informasi, intonasi dll. Bila kombinasi antara masing-masing bagian tersebut kurang tepat atau tidak pas maka mungkin akan terjadi kesalahan dalam interpretasi informasi yang diterima, bahkan lebih buruk lagi informasi tersebut sama sekali tidak tersampaikan.
4.      Komunikasi sebagai transaksional
Mustahil komunikasi terjadi tanpa melibatkan orang lain, dalam proses yang demikian akan timbul action dan interaction diantara para pelaku komunikasi.
5.       Komunikasi sebagai aktivitas sosial
Karena komunikasi melibatkan hubungan antara dua orang atau lebih maka akan mengakitbatkan terjadinya aktivitas social yang dimaksudkan untuk tujuan tertentu.
6.      Komunikasi sebagai multidimensional
Kalau komunikasi dilihat dari perspektif multidimensional ada 2 tingkatan yang dapat diidentifikasikan yakni dimensi isi dan dimesi hubungan.
Dimensi isi : lebih menunjukkan pada kata, bahasa dan informasi yang dibawa pesan. Jadi seperti orang madura berbicara dengan orang jawa pasti bahasa yang mereka gunakan pun juga berbeda disinilah dimensi isi menunjukkan hal tersebut dalam komunikasi.
Dimensi hubungan : menunjukkan bagaimana proses komunikasi berinteraksi satu sama lain. Masih dengan contoh diatas dimensi hubungan menunjukkan bagaimana mereka berinteraksi, media apa yang mereka gunakan, apakah ada bahasa tubuh atau simbol-simbol yang digunakan. Itu dilihat dari dimensi hubungan.



Definisi Leadership
            Leadership atau dalam bahasa Indonesia disebut dengan kepemimpinan. Dalam sebuah Organisasi biasanya posisi pemimpin berada diatas atau dengan kata lain membawahi orang lain. Namun apakah hanya sebatas itu saja arti dari kepemimpinan ? Apakah ada arti yang lebih spesifik dan mendalam ?
            Kepemimpinan adalah sebuah hubungan yang saling mempengaruhi di antara pemimpin dan pengikut (bawahan) yang menginginkan perubahan nyata yang mencerminkan tujuan bersamanya (Joseph C. Rost.,1993). Demikian menurut Rost, jadi adanya hubungan yang saling mempengaruhi diantara atasan dan bawahan.

Teori Kepemimpinan
Teori X dan Y (Douglass Mc Gregor)
Teori prilaku adalah teori yang menjelaskan bahwa suatu perilaku tertentu dapat membedakan pemimpin dan bukan pemimpin pada orang-orang. Konsep teori X dan Y dikemukakan oleh Douglas McGregor dalam buku The Human Side Enterprise di mana para manajer / pemimpin organisasi perusahaan memiliki dua jenis pandangan terhadap para pegawai / karyawan yaitu teori X atau teori Y.

A. Teori X
Teori ini menyatakan bahwa pada dasarnya manusia adalah makhluk sedikit sekali mau bergerak dan tidak suka bekerja serta senang menjauh dari pekerjaan dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.. Dalam bekerja para pekerja harus terus diawasi, diancam serta diarahkan agar dapat bekerja sesuai dengan yang diinginkan perusahaan. Pekerja memiliki ambisi yang sedikit untuk mencapai tujuan perusahaan namun menginginkan balas jasa serta jaminan hidup yang tinggi. Biasanya orang-orang yang bertipe X ini adalah pegawai, karena mereka tidak memiliki inisiatif yang tinggi untuk bergerak dan lebih cocok dipimpin dan diarahkan.
B. Teori Y
Teori ini memiliki anggapan bahwa kerja adalah kodrat manusia seperti halnya kegiatan sehari-hari lainnya. Pekerja tidak perlu terlalu diawasi dan diancam secara ketat karena mereka memiliki pengendalian serta pengerahan diri untuk bekerja sesuai tujuan perusahaan. Pekerja memiliki kemampuan kreativitas, imajinasi, kepandaian serta memahami tanggung jawab dan prestasi atas pencapaian tujuan kerja. Pekerja juga tidak harus mengerahkan segala potensi diri yang dimiliki dalam bekerja..Orang-orang bertipe Y lebih banyak menjadi manajer atau pemimpin perusahaan , walaupun ada yang menjadi pegawai tetapi pasti jabatannya akan cepat naik karena mereka memiliki inisiatif dan tanggung jawab yang tinggi.
          
            Teori Sistem 4 (Rensis Likert)
            Gaya Kepemimpinan Empat Sistem. Likert merancang 4 sistem kepemimpinan dalam manajemen:

1. Sistem 1 (Exploitative Authoritative). Manajer sangat otokratis, sulit untuk mendengar aspirasi dari bawahannya, selalu menekan bawahan dan mengambil keputusan hanya pada atasan saja.
2. Sistem 2 (Otokratis yang baik hati/Benevolent autoritative). Manajernya mempunyai kepercayaan yang terselubung, percaya pada bawahan, memotivasi,memperbolehkan adanya komunikasi ke atas. Bawahan merasa tidak bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaannya dengan atasannya.
3. Sistem 3. (Manajer Konsultatif). Manajer mempunyai sedikit kepercayaan pada bawahan biasanya kalau ia membutuhkan informasi, ide atau pendapat bawahan Bawahan disini merasa sedikit bebas untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugas pekerjaan bersama atasannya.
4. Sistem 4, (Pemimpin yang bergaya kelompok berpartisipatif/partisipative group). Manajer mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahannya. Dalam setiap persoalan selalu mengandalkan untuk mendapatkan ide-ide dan pendapat dari bawahan dan mempunyai niatan untuk menggunakan pendapat bawahan secara konstruktif. Bawahan merasa secara mutlak mendapat kebebasan untuk membicarakan sesuatu yang bertalian dengan tugasnya bersama atasannya.

Teori Kepemimpinan Pattern Choice (Tannenbaum dan Schmidt)
Berikut adalah Tannenbaum dan Schmidt didelegasikan tingkat kebebasan, dengan beberapa tambahan penjelasan bahwa seharusnya membuat lebih mudah untuk memahami dan menerapkan.

Kepemimpinan Pola 1: “Para pemimpin membuat keputusan dan mengumumkan ke grup/bawahan.”
Contoh: Pemimpin memutuskan bahwa tim akan mengadakan pertemuan pada hari Senin dan mengatakan berita itu kepada tim, apakah mereka suka atau tidak.
Kepemimpinan Pola 2: “Pemimpin menjual keputusan.” Para pemimpin membuat keputusan kemudian meyakinkan kelompok bahwa keputusan yang diambil benar.
Contoh: Pemimpin mengatakan kepada anggota tim bahwa mereka akan bertemu pada hari Senin. Pemimpin kemudian meyakinkan anggota tim bahwa Kamis adalah hari-hari terbaik untuk bertemu.
Kepemimpinan Pola 3: “Pemimpin menyajikan ide-ide/pemikiran dan mengundang pertanyaan-pertanyaan.”
Contoh: Pemimpin tim mengatakan bahwa ia sedang mempertimbangkan membuat hari Kamis untuk pertemuan tim. Pemimpin kemudian mempersilahkan kelompok jika mereka memiliki pertanyaan.
Kepemimpinan Pola 4: “Pemimpin menyajikan keputusan yang bersifat sementara untuk kelompok yang kemungkinan dapat diubah.”
Contoh: Pemimpin kelompok bertanya apakah hari Kamis akan menjadi hari yang baik untuk bertemu. Tim menyarankan hari-hari lain yang mungkin lebih baik.
Kepemimpinan Pola 5: “Pemimpin menyajikan masalah, meminta saran, dan membuat keputusan.”


Contoh: Pemimpin meminta tim untuk menyarankan hari-hari baik untuk bertemu, maka pemimpin memutuskan hari apa tim akan bertemu.
·Kepemimpinan Pola 6: “Pemimpin merumuskan batas-batas, dan meminta kelompok bawahan untuk membuat keputusan.”
Contoh: Pemimpin mengatakan bahwa anggota tim harus memenuhi setidaknya sekali seminggu, tetapi tim bisa memutuskan mana hari adalah yang terbaik.
Kepemimpinan Pola 7: “Pemimpin mengizinkan bawahan melakukan fungsi-fungsinya dalam batas-batas yang telah ditentukan oleh pimpinan.”
Contoh: Pemimpin mempersilahkan anggota tim untuk memutuskan kapan akan megadakan rapat.

Sumber :
Pawito, dan C Sardjono. Teori-Teori Komunikasi. Buku Pegangan Kuliah Fisipol Komunikasi Massa S1 Semester IV. Surakarta: Universitas Sebelas Maret, 1994.

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adpu4334/w2_1_1_1.htm
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/194505031971091-MUHAMMAD_KOSIM_SIRODJUDIN/DEFINISI_DAN_TEORI_KEPEMIMPINANx.pdf
http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli/
http://organisasi.org/definisi-pengertian-teori-perilaku-teori-x-dan-teori-y-x-y-behavior-theory-douglas-mcgregor
http://id.scribd.com/doc/57080877/Gaya-Kepemimpinan-Empat-Sistem-Manajemen-Dari-Likert
(http://cahpct.blogdetik.com/2009/04/02/definisi-komunikasi/).
sriherwindya.staff.uns.ac.id/files/2010/07/definisi.doc
http://karanindah.blogspot.com/2012/11/dimensi-perspektif-komunikasi.html
http://adityaadityaa.wordpress.com/2013/09/26/komunikasi-dan-leadership/


 PENDAHULUAN
Definisi Motivasi Menurut Ahli

        Apa itu motivasi? Motivasi berasal dari bahasa latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja individu, agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk tercapainya tujuan. Motivasi merupakan hasil interaksi antara individu dengan situasi. Setiap individu memiliki dorongan motivasional dasar yang berbeda-beda.

Teori-Teori Motivasi

    Teori Drive Reinforcement

    Teori ini berdasarkan atas hubungan antara sebab dan akibat dari perilaku dengan kompensasi. Teori ini bisa didefinisikan sebagai teori – teori dorongan tentang motivasi, perilaku dirorong ke arah tujuan oleh keadaan – keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Pada dasarnya teori drive mengatakan hal – hal sebagai berikut: Ketika suatu keadaan dorongan internal muncul, individu didorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Teori ini terbagi menjadi dua jenis penguatan, yaitu :
1. Positive Reinforcement , yaitu bertambahnya frekuensi perilaku , terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat .
2. Negative Reinforcement , yaitu bertambahnya frekuensi perilaku , terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat .
Terdapat empat konsep dasar yang perlu dipahami dengan jelas , yaitu :
1. Perangsang ( drive )
2. Stimulus
3. Tanggapan
4. Penguat


Teori Harapan

    Teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin 2003).
    Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan, 2001).
    Apabila harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori ini dikemukakan oleh Victor Vroom (dalam Hasibuan, 2001) yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep penting, yaitu:
 • Harapan (Expentancy)  adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena perilaku. Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian
• Nilai (Valence)  adalah akibat dari perilaku tertentu mempunyai nilai atau martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu.
• Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1 yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk menimbulkan hasil tingkat ke dua.

Teori Tujuan
    Teori penetapan tujuan atau goal setting theory awalnya dikemukakan oleh Dr. Edwin Locke pada akhir tahun 1960. Lewat publikasi artikelnya ‘Toward a Theory of Task Motivation and Incentives’ tahun 1968, Locke menunjukkan adanya keterkaitan antara tujuan dan kinerja seseorang terhadap tugas. Dia menemukan bahwa tujuan spesifik dan sulit menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah. Beberapa tahun setelah Locke menerbitkan artikelnya, penelitian lain yang dilakukan Dr. Gary Latham, yang mempelajari efek dari penetapan tujuan di tempat kerja. Penelitiannya mendukung persis apa yang telah dikemukakan oleh Locke mengenai hubungan tak terpisahkan antara penetapan tujuan dan kinerja. Pada tahun 1990, Locke dan Latham menerbitkan karya bersama mereka, ‘A Theory of Goal Setting and Task Performance’. Dalam buku ini, mereka memperkuat argumen kebutuhan untuk menetapkan tujuan spesifik dan sulit.

Lima Prinsip Penetapkan Tujuan
1. Kejelasan.
2. Tantangan.
3.  Komitmen.
4. Umpan balik (Feedback).
5. Kompleksitas tugas.

1. Kejelasan
    Tujuan harus jelas terukur, tidak ambigu, dan ada jangka waktu tertentu yang ditetapkan untuk penyelesaian tugas. Manfaatnya ketika ada sedikit kesalahpahaman dalam perilaku maka orang masih akan tetap menghargai atau toleran. Orang tahu apa yang diharapkan, dan orang dapat menggunakan hasil spesifik sebagai sumber motivasi.

2. Menantang
    Salah satu karakteristik yang paling penting dari tujuan adalah tingkat tantangan. Orang sering termotivasi oleh prestasi, dan mereka akan menilai tujuan berdasarkan pentingnya sebuah pencapaian yang telah diantisipasi. Ketika orang tahu bahwa apa yang mereka lakukan akan diterima dengan baik, akan ada motivasi alami untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dengan catatan sangat penting untuk memperhatikan keseimbangan yang tepat antara tujuan yang menantang dan tujuan yang realistis.

3. Komitmen
    Tujuan harus dipahami agar efektif. Karyawan lebih cenderung memiliki tujuan jika mereka merasa mereka adalah bagian dari penciptaan tujuan tersebut. Gagasan manajemen partisipatif terletak pada ide melibatkan karyawan dalam menetapkan tujuan dan membuat keputusan. Mendorong karyawan untuk mengembangkan tujuan-tujuan mereka sendiri, dan mereka menjadi berinisiatif memperoleh informasi tentang apa yang terjadi di tempat lain dalam organisasi. Dengan cara ini, mereka dapat yakin bahwa tujuan mereka konsisten dengan visi keseluruhan dan tujuan perusahaan.

4. Umpan balik (Feedback)
    Umpan balik memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi harapan, menyesuaikan kesulitan sasaran, dan mendapatkan pengakuan. Sangat penting untuk memberikan kesempatan benchmark atau target, sehingga individu dapat menentukan sendiri bagaimana mereka melakukan tugas.

5. Kompleksitas Tugas
    Faktor terakhir dalam teori penetapan tujuan memperkenalkan dua persyaratan lebih untuk sukses. Untuk tujuan atau tugas yang sangat kompleks, manajer perlu berhati-hati untuk memastikan bahwa pekerjaan tidak menjadi terlalu berlebihan. Orang-orang yang bekerja dalam peran yang kompleks mungkin sudah memiliki motivasi tingkat tinggi. Namun, mereka sering mendorong diri terlalu keras jika tindakan tidak dibangun ke dalam harapan tujuan untuk menjelaskan kompleksitas tugas, karena itu penting untuk memberikan orang waktu yang cukup untuk memenuhi tujuan atau meningkatkan kinerja. Sediakan waktu yang cukup bagi orang untuk berlatih atau mempelajari apa yang diharapkan dan diperlukan untuk sukses. Inti dari penetapan tujuan adalah untuk memfasilitasi keberhasilan. Oleh karena itu pastikan bahwa kondisi sekitar tujuan tidak menyebabkan frustrasi atau menghambat orang untuk mencapai tujuan mereka. Penentuan tujuan adalah sesuatu yang diperlukan untuk kesuksesan. Dengan pemahaman teori penetapan tujuan, kemudian dapat secara efektif menerapkan prinsip-prinsip untuk tujuan yang akan ditetapkan.

Teori Kebutuhan

    Hirarki kebutuhan Maslow mengikuti teori jamak yaitu seseorang berperilaku atau bekerja, karena adanya dorongan untuk memenuhi bermacam-macam kebutuhan. Maslow berpendapat, kebutuhan yang diinginkan manusia berjenjang. Maslow mengemukakan lima tingkat kebutuhan, sebagai
berikut:
Kebutuhan fisiologis
Kebutuhan yang harus dipuaskan untuk dapat tetap hidup, termasuk makanan, perumahan, pakaian, udara untuk bernafas, dan sebagainya.
Kebutuhan keselamatan dan keamanan
Kebutuhan akan keselamatan dan keamanan adalah kebutuhan akan kebebasan dari ancaman yakni merasa aman dari ancaman kecelakaan dan keselamatan dalam melaksanakan pekerjaan.
Kebutuhan sosial
Kebutuhan sosial adalah kebutuhan teman, interaksi, dicintai, dan mencintai, serta diterima dalam pergaulan kelompok pekerja dan masyarakat lingkungannya.
Kebutuhan akan penghargaan
Kebutuhan akan penghargaan adalah kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan diri dari karyawan dan masyarakat lingkungannya.
Aktualisasi diri
Aktualisasi diri adalah kebutuhan akan aktualisasi diri dengan menggunakan kemampuan, keterampilan, dan potensi optimal untuk mencapai prestasi kerja yang sangat memuaskan atau luar biasa.

ARTIKEL
Artikel 1
    “Sebanyak 6112 orang PNS dan tenaga 6000 honorer akan mendapat kenaikan tunjangan mereka Syaiful Bahri berharap kenaikan tunjangan ini akan mampu mendongkrak kinerja pegawai sehingga semakin meningkatkan pelayanan serta pendapatan daerah“, Merupakan kutipan artikel yang di ambil dari
http://www.situsriau.com/read-2001-14157-2013-08-27-bupati-rohul-tambah-tunjangan-pns-dan-honorer--.html
    Analisisnya mangacu pada teori drive reinforcement adalah bila seseorang diberi penguatan positif maka perilaku yang di harapkan akan meningkat. Begitu juga dengan kinerja pegawai bila di beri penguatan berupa upah yang dinaikkan maka yang diharapkan adalah terjadi peningkatan kinerja pegawai.

Artikel 2
    “Seorang anak baru gede (ABG) di Pematang Siantar, BS (17), mencuri buah cokelat milik warga untuk memberi makan enam adiknya. Aksi pencurian cokelat itu diketahui pemiliknya. Akibatnya, BS digelandang ke kantor Polsek Siantar Utara, Pematang Siantar, Sumatera Utara.
    “Aku mencuri cokelat buat beli nasi. Enam adikku belum makan. Mamak lama pulang, makanya mau kujual cokelat itu untuk beli nasi bungkus dan roti," kata BS kepada petugas Polsek Siantar Utara.”, Merupakan kutipan arikel yang diambil dari http://manado.tribunnews.com/2013/05/14/enam-adiknya-kelaparan-abg-ini-nekat-curi-buah-cokelat
    Analisisnya di ambil dari teori kebutuhan. Dalam kasus terlihat bahwa kebutuhan dasar fisiologis adalah penyebab utama mengapa anak tersebut mencuri. Karena kelaparan maka ia nekat mencuri cokelat untuk memenuhi rasa laparnya tersebut.

Sumber :
http://fid23.blogspot.com/2013/01/teori-penetapan-tujuan.html, diakses terakhir 1 November 2013
Mayer, R. E. (2002). The promise of educational psychology, vol. II: Teaching for meaningful learning. New Jersey: Pearson Education
Hasibuan, Melayu SP. (2001). Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi Bumi Aksara
Gibson, Ivancevich, and Donelly. (1996). Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. Jilid 1, edisi kedelapan. Jakarta: Binarupa Aksara.
Kreitner, Robert dan Angelo Kinicki. (2000). Perilaku Organisasi. Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat.
Robbins, Stephen P dan Timothy A.Judge. (2008). Perilaku Organisasi (Organizational Behavior), Jilid 1, edisi kedua belas. Jakarta: Salemba Empat
http://kumpulan-teori-skripsi.blogspot.com/2011/09/teori-harapan.html, diakses terakhir 1 November 2013







1. Definisi Pengendalian (Controlling)

        Istilah pengendalian dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale (dalam Winardi, 2000) dikatakan bahwa, “The modern concept of control provides a historical record of what has happened and provides date the enable the executive to take corrective steps”.
    Sujamto (dalam Silalahi, 2002) lebih tegas mengatakan bahwa pengendalian adalah segala usaha atau kegiatan untuk menjamin dan mengarahkan agar pekerjaan yang sedang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki serta sesuai pula dengan segala ketentuan dan kebijakan yang berlaku.
        Sementara Sarwoto (dalam Febriani, 2005) mengatakan bahwa, ”pengendalian adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki”.
        Berdasarkan definisi ketiga ahli di atas dapat di tarik kesimpulan, pengendalian adalah usaha-usaha yang digunakan agar pekerjaan yang di kerjakan berjalan sesuai rencana yang dikehendaki.

2. Langkah-Langkah dalam Pengendalian


        Mockler (1984) membagi pengawasan dalam 4 langkah yaitu :
1. Menetapkan standar dan Metode Mengukur Prestasi Kerja Standar yang dimaksud adalah criteria yang sederhana untuk prestasi kerja, yakni titik-titik yang terpilih didalam seluruh program perencanaan untuk mengukur prestasi kerja tersebut guna memberikan tanda kepada manajer tentang perkembangan yang terjadi dalam perusahaan itu tanpa perlu mengawasi setiap langkah untuk proses pelaksanaan rencana yang telah ditetapkan.
2.     Melakukan Pengukuran Prestasi Kerja Pengukuran prestasi kerja idealnya dilaksanakan atas dasar pandangan kedepan, sehingga penyimpangan-pennyimpangan yang mungkin terjadi ari standar dapat diketahui lebih dahulu.
3.    Menetapkan Apakah Prestasi Kerja Sesuai dengan Standar Yaitu dengan membandingkan hasil pengukuran dengan target atau standar yang telah ditetapkan. Bila prestasi sesuai dengan standar manajer akan menilai bahwa segala sesuatunya beada dalam kendali.
4.    Mengambil Tindakan Korektif Proses pengawasan tidak lengkap bila tidak diambil tindakan untuk membetulkan penyimpangan yang terjadi. Apabila prestasi kerja diukur dalam standar, maka pembetulan penyimpangan yang terjadi dapat dipercepat, karena manajer sudah mengetahui dengan tepat, terhadap bagian mana dari pelaksanaan tugas oleh individu atau kelompok kerja, tindakan koreksi itu harus dikenakan.

3. Tipe-tipe Pengendalian dalam Manajemen

Dalam pengawasan terdapat beberapa tipe pengawasan seperti yang diungkapkan Winardi (2000). Fungsi pengawasan dapat dibagi dalam tiga macam tipe, atas dasar fokus aktivitas pengawasan, antara lain:
    a. Pengawasan Pendahuluan (preliminary control)
        Prosedur-prosedur pengawasan pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan. Dipandang dari sudut prespektif demikian, maka kebijaksanaan¬kebijaksanaan merupakan pedoman-pedoman untuk tindakan masa mendatang. Tetapi, walaupun demikian penting untuk membedakan tindakan menyusun kebijaksanaan-kebijaksanaan dan tindakan mengimplementasikannya. Merumuskan kebijakan-kebijakan termasuk dalam fungsi perencanaan sedangkan tndakan mengimplementasi kebijaksanaan merupakan bagian dari fungsi pengawasan.
Pengawasan pendahuluan meliputi:
1. Pengawasan pendahuluan sumber daya manusia.
2. Pengawasan pendahuluan bahan-bahan.
3. Pengawasan pendahuluan modal.
4. Pengawasan pendahuluan sumber-sumber daya finansial
    b. Pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control)

    Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para supervisor yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka. Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer sewaktu mereka berupaya untuk:
1. Mengajarkan para bawahan mereka bagaimana cara penerapan metode¬-metode serta prosedur-prsedur yang tepat.
2. Mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Proses memberikan pengarahan bukan saja meliputi cara dengan apa petunjuk-petunjuk dikomunikasikan tetapi ia meliputi juga sikap orang-orang yang memberikan penyerahan.


    c. Pengawasan Feed Back (feed back control)

    Sifat kas dari metode-metode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang.
Adapun sejumlah metode pengawasan feed back yang banyak dilakukan oleh dunia bisnis yaitu:
1. Analysis Laporan Keuangan (Financial Statement Analysis)
2. Analisis Biaya Standar (Standard Cost Analysis).
3. Pengawasan Kualitas (Quality Control)
4. Evaluasi Hasil Pekerjaan Pekerja (Employee Performance Evaluation)


4. Kontrol Proses Manajemen

    Proses pengendalian manajemen adalah suatu proses yang menjamin bahwa sumber-sumber diperoleh dan digunakan dengan efektif dan efisien dalam rangka pencapaian tujuan organisasi. dengan kata lain, pengendalian manajemen dapat diartikan sebagai proses untuk menjamin bahwa sumber daya manusia, ffisik dan teknologi dialokasikan agar mencapai tujuan menyeluruh. pengendalian manajemen berhubungan dengan arah kegiatan manajemen sesuai dengan garis pedoman yang sudah ditentukan dalam proses perencanaan strategi.

    Proses manajemen adalah daur beberapa gugusan kegiatan dasar yang berhubungan secara  integral, yang dilaksanakan di dalam manajemen secara umum, yaitu proses perencanaan, proses  pengorganisasian, proses pelaksanaan dan proses pengendalian, dalam rangka mencapai sesuatu tujuan secara ekonomis.


Sumber:
http://cikeindah.blogspot.com/2013/11/tulisan-3-mengendalikan-fungsi-manajemen.html http://id.shvoong.com/social-sciences/2068148-lankah-langkah-pengendalian-manajemen/#ixzz2l1kcEiC2
http://answers.yahoo.com/question/index?qid=20100912232359AAGip8x
http://ricoadam-noah.blogspot.com/2013/01/13pengawasan-dan-131-tipe-tipe.html